Kehidupan industri Indonesia pernah mengalami masa kritis yang hampir menyebabkan industri-industri besar di Indonesia gulung tikar, meskipun kenyataannya ada beberapa yang benar-benar gulung tikar. Masa itu adalah masa 1998, masa dimana Indonesia terkena gelombang krisis moneter yang secara langsung mengakibatkan nilai rupiah melemah sampai level Rp. 17.000,00 terhadap dollar Amerika. Keterbatasan yang dimiliki oleh industri Indonesia dan ketergantungan yang besar terhadap negara asing menjadi sumber masalah kondisi tersebut. Keterbatasan terhadap pengelolaan sumber daya alam, sehingga industri Indonesia hanya mampu menjual produk dasar yang nilainya sangat rendah. Industri asing membeli produk murah Indonesia dan melakukan pengolahan dengan teknologi canggih, hasilnya industri asing mampu menjual produk olahannya ke Indonesia dengan harga yang dua kali lipat lebih tinggi daripada harga beli dari Indonesia. Ketergantungan terhadap bahan pendukung dari asing dan teknologi dari asing juga menjadi akar masalah tidak mandirinya industri Indonesia. Industri Indonesia masih banyak yang bergantung dengan teknologi dari luar negeri dalam proses pemanfaatan sumber daya alam Indonesia. Tentunya kerjasama itu, tidak sekedar kerjasama, ada kontrak perjanjian yang mau tidak mau merugikan Indonesia. Selain realita industri besar Indonesia yang mengalami masa kritis. Ada realita lain yang cukup membahagiakan, ternyata industri kecil Indonesia masih tetap eksis menghadapi gelombang krisis moneter. Industri kecil mampu menunjukkan kemandirian sebagai sebuah Industri. Industri kecil yang sebelumnya sering dilihat sebelah mata oleh banyak pihak ternyata mampu membuktikan dengan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia.
Sejalan dengan berjalannya waktu, Industri Indonesia mulai merangkak dari masa kritis. Industri mulai menyesuaikan dengan kondisi-kondisi yang mempengaruhinya secara siginifikan. Hal yang umum diketahui tentang Industri meliputi tiga hal utama, yaitu konsumsi, produksi dan distribusi. Tiap hal ini memiliki proses tersendiri dan keterkaitan dengan kondisi lain yang sangat kompleks. Sehingga dalam proses merangkaknya industri, secara komprehensif meliputi tiga hal tersebut.
Sejalan dengan proses merangkaknya Industri Indonesia. Ada dua isu utama yang menjadi peluang dan tantangan bagi dunia Industri, yaitu globalisasi dan desentralisasi.
Era globalisasi menuntut setiap pelaku industri untuk meningkatkan kemampuan bersaing, baik dalam memproduksi, memasarkan, maupun menerobos pasar yang batas-batasnya semakin tidak jelas, serta dalam suatu kerangka persaingan yang sangat kompetitif. Pada dasarnya, berbicara tentang globalisasi tidak jauh-jauh dari yang namanya kecanggihan teknologi. Perkembangan teknologi yang berkembang dengan pesat menuntut Industri bersaing dengan daya kompetensi yang sangat tinggi. Sentuhan teknologi mampu memberikan penambahan nilai yang tinggi terhadap produk industri. Nilai yang dimaksud dapat berupa nilai secara guna, ekonomi, efisiensi, ramah lingkungan dan sebagainya.
Era desentralisasi di Indonesia, yang secara menyeluruh diterapkan dengan diberlakukannya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah telah membuka peluang yang sangat besar bagi Industri untuk lebih memanfaatkan potensi lokal yang belum terjamah. Pemanfaatan ini tentunya tetap dilandasi dengan daya kompetensi yang didukung oleh seluruh potensi yang dimiliki bangsa Indonesia secara sinergi baik sektoral maupun dengan seluruh kabupaten atau kota.
Untuk menjawab tantangan dan peluang industri itu, tidak bisa dilepaskan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang malas. Bangsa yang sebagaian besar sebagai kuli (dilihat dari banyaknya TKI dan jumlah pelamar kerja). Bangsa yang kurang kreatif untuk melihat kesempatan dan potensi diri. Realita yang ada menyebutkan masih sangat sedikit, masyarakat Indonesia yang menciptakan usaha sendiri, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri maupun untuk menyerap tenaga kerja. Permasalahan utamanya bukan lagi pada kekurangan modal. Namun pada kurangnya mental positif yang dimiliki masyarakat Indonesia. Paradigma lama yang masih melekat adalah paradigma untuk bergantung dengan orang lain. Paradigma ini dapat dilihat dengan masih sangat banyaknya orang tua yang menyekolahkan anaknya dengan harapan agar mudah untuk mencari kerja di tempat orang lain. Masih sangat jarang orang tua yang menanamkan mental kemandirian pada anak-anaknya. Paradigma ini dapat dan juga telah memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan industri Indonesia saat ini. Pada akhirnya hal inilah yang telah membenarkan pepatah lama yang cukup menyakitkan untuk didengar yaitu, bangsa Indonesia menjadi kuli di tempatnya sendiri.
Acungan jempol dua patutnya ditujukan kepada salah satu dai Indonesia, KH. Abdullah Gymnastyar. Saat ini bukan kemampuan komunikasi dan retorikanya yang dipuji. Namun keberhasilan beliau dalam merintis adanya kampung industri di tempat beliau tinggal. Sosok inilah yang patut untuk dicontoh oleh masyarakat Indonesia, khususnya bagi genarasi muda Indonesia. Ikhtiar beliau telah mampu menghidupi masyarakat di sekitar dengan usaha-usaha yang telah beliau dirikan. Ide positif beliau dengan dasar kemandirian telah beliau tunjukkan dengan kesuksesan belaiu mendirikan kampung Industri di daerahnya.
Kampung industri adalah ide cerdas mengemas industri dengan tetap membawa potensi lokal yang dimiliiki. Inovatif, kreatif dan unik serta visioner menjadi nilai utama adanya kampung industri. Dapat dibayangkan jika di Indonesia menjamur kampung industri, maka dapat dipastikan permasalahan tenaga kerja Indonesia tidak akan seperti ini. Kampung industri akan menjadi bibit persiapan masa depan Indonesia ketika minyak bumi dan gas alam sudah habis, ketika emas, intan, dan logam lainnya, sudah habis, dan ketika sumber daya alam Indonesia lainnya juga sudah habis. Untuk mendirikan kampung industri tidak harus langsung besar, tetapi dimulai dari langkah kecil yang mantap, cepat dan berproses.
Untuk itu, dengan melihat kondisi dan potensi Indonesia saat ini, dengan didukung isu globalisasi dan desentralisasi, dan juga pengalaman ketika krisis moneter, adanya kampung industri akan memberikan nuansa yang cerah perindustrian di Indonesia
Referensi : Google search Engine
Tidak ada komentar:
Posting Komentar